Pengajian Haji LDII Banjarnegara: Menjaga Kemabruran, Menjaga Makna
Banjarnegara — Di Masjid Luhur Sulthon Auliya, suasana Minggu pagi 10 Agustus 2025 terasa lebih khidmat dari biasanya. Puluhan warga LDII dari berbagai penjuru Banjarnegara tampak khusyuk mengikuti jalannya acara bertajuk Pengajian Haji. Sebanyak 60 peserta hadir — mulai dari calon jemaah haji dan umrah hingga mereka yang telah menunaikan ibadah ke Tanah Suci.
Pengajian ini bukan sekadar pembekalan teknis manasik. Lebih dari itu, acara yang diinisiasi Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LDII Banjarnegara ini menyasar pemahaman mendalam akan hakikat dan tanggung jawab spiritual seorang yang pernah menginjakkan kaki di Mekkah dan Madinah.
“Perjalanan haji bukan hanya soal fisik, tapi juga tentang transformasi batin,” ujar Afrizal Risku Sahl, Anggota Bidang Pendidikan Keagamaan dan Dakwah DPD LDII Banjarnegara, saat ditemui seusai acara.
Ia menegaskan bahwa kemabruran bukanlah status yang didapat otomatis setelah pulang dari Tanah Suci. “Ia harus dijaga dan dibuktikan melalui pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Apakah ibadah haji itu berdampak pada akhlak, kepedulian sosial, dan ketakwaan seseorang?” tuturnya.
Acara dibuka oleh H. M. Toha, Anggota Dewan Penasihat sekaligus Koordinator Haji DPD LDII Banjarnegara. Dalam sambutannya, Toha menekankan pentingnya membangun kesadaran bahwa haji adalah ibadah yang berdimensi luas, menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan dan dengan sesama.
Ketua Dewan Penasihat DPD LDII Banjarnegara, M. Farid Abdurrahman, juga memberikan tausiyah. Ia mengingatkan bahwa rukun haji hanya bagian dari rangkaian panjang perjalanan spiritual. “Fase terlama dari haji justru dimulai setelah pulang ke tanah air,” ujarnya.
Menurut Farid, menjaga kemabruran haji bisa dilakukan dengan memperbanyak amal saleh dan memperbaiki hubungan sosial. Ia menyebutkan sejumlah sikap yang patut dijaga, mulai dari berkata baik, menjauhi riya, tidak memutus silaturahmi, hingga menahan diri dari menyakiti hati tetangga.
“Kemabruran itu bukan gelar yang kita sematkan sendiri, tapi terlihat dari bagaimana orang lain merasakan perubahan kita. Apakah kita jadi lebih sabar, lebih peka, dan lebih peduli?” pungkasnya.
Pengajian seperti ini, lanjut Afrizal, akan terus menjadi agenda rutin LDII Banjarnegara sebagai bagian dari dakwah yang membumi. “Karena ibadah, termasuk haji, sejatinya adalah alat untuk membentuk pribadi yang lebih baik, bukan sekadar simbol spiritualitas,” katanya.
Di akhir acara, para peserta tampak saling bersalaman. Ada kehangatan, ada semangat. Dan di balik itu, ada harapan: bahwa perjalanan suci ke Baitullah tak berhenti di bandara kepulangan — tapi terus berlanjut dalam laku kehidupan sehari-hari.
Oleh: Riyanto, S.Pd. (contributor) / Fachrizal Wicaksono (editor)
Kunjungi berbagai website LDII
DPP, DPP, Bangkalan, Tanaroja, Gunung Kidul, Kotabaru, Bali, DIY, Jakpus, Jaksel, Jateng, Kudus, Semarang, Aceh, Babel, Balikpapan, Bandung, Banten, Banyuwangi, Batam, Batam, Bekasi, Bengkulu, Bontang, Cianjur, Clincing, Depok, Garut, Jabar, Jakarta, Jakbar, Jakut, Jambi, Jatim, Jayapura, Jember, Jepara, BEkasi, Blitar, Bogor, Cirebon, Kalbar, Kalsel, Kaltara, Kalteng, Karawang, Kediri, Kendari, Kepri, ogor, Bogor, Kutim, Lamongan, Lampung, Lamtim, Kaltim, Madiun, Magelang, Majaelngka, Maluku, Malut, Nabire, NTB, NTT, Pamekasan, Papua, Pabar, Pateng, Pemalang, Purbalingga, Purwokerto, Riau, Sampang, Sampit, Sidoarjo, Sukoharjo, Sulbar, Sulsel, Sultra, Sumbar, Sumsel, Sumut, Tanaban, Tangsel, Tanjung Jabung Barat, Tegal, Tulung Agung, Wonogiri, Minhaj, Nuansa, Sako SPN, Sleman, Tulang Bawang, Wali Barokah, Zoyazaneta, Sulteng