Webinar LDII Kalteng : Wujudkan Generasi Emas tanpa Stunting
PALANGKARAYA -Percepatan penurunan stunting merupakan prioritas nasional sebagai upaya untuk mewujudkan sumber daya manusia yang sehat cerdas produktif dan berdaya saing.
“Salah satu tantangan membangun manusia Indonesia yang berkualitas adalah terkait dengan permasalahan yang sedang kita hadapi saat ini, yaitu standar gizi buruk yang kronis akibat kekurangan asupan gizi, ” kata Yulistra Ivo Sugianto Sabran, ketua Tim Pembina PKK Provinsi Kalimantan Tengah pada pembukaan seminar kesehatan yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Provinsi Kalimantan Tengah, Minggu (31/10).
Seminar dilaksanakan secara daring, mengangkat tema cegah stunting dengan gizi seimbang untuk mewujudkan generasi emas profesional dan religus.
“Stunting bisa dicegah dengan memastikan kesehatan dan kecukupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan atau anak baru lahir,” lanjut Ivo yang tak lain adalah isteri gubernur Kalimantan Tengah itu.
Penyebab stunting adalah kekurangan gizi dalam waktu yang lama pada 1.000 hari pertama kehidupan diantaranya kurang gizi pada saat ibu hamil, kurang gizi pada saat masih balita, kurang pengetahuan ibu sebelum, saat, dan setelah melahirkan, tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai , kurangnya akses air bersih dan sanitasi (kebersihan lingkungan) dan kurang pengetahuan tentang makanan bergizi yang berasal dari sumber daya lokal.
“Pada jangka pendek adalah gangguan fisik tubuh, gangguan metabolisme, dan sedangkan dampak jangka panjangnya tentunya adalah anak kesulitan belajar, lalu juga kekebalan tubuh yang lemah sehingga anak-anak bisa mudah sakit dan juga bahkan ketika dewasa nanti akan memiliki tubuh pendek, tingkat produktivitasnya juga akan menjadi rendah dan sulit memasuki dunia kerja ,” kata Ivo.
Di akhir sambutan, Ivo memberikan apreasiasi atas kegiatan seminar kesehatan yang diselenggarakan LDII Kalteng dengan tema pengetahuan seputar stunting tersebut. Seminar Kesehatan DPW LDII Kalteng ini merupakan bagian dari road to musyawarah wilayah LDII Kalteng yang akan diselenggarakan di akhir November.
Sebanyak kurang lebih 480 peserta hadir secara daring tersebar di 13 kabupaten/kota se Kalimantan Tengah. Acara yang dipandu oleh moderator Desi Kumala, SST, M.Kes tersebut menghadirkan narasumber dr. Andar Juan RP Sitanggan, M.Sc., Sp.A., dokter spesialis anak Rumah Sakit Doris Silvanus dan Banun, S.Gz., M.Gizi , ahli gizi Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng. dokter andar
mempertahankan berat badan normal.
Bonus Demografi Tanpa Stunting
Dokter Andar menyebutkan bonus demografi ketika di tahun 2030 nanti angka usia produktif masyarakat Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan dengan usia non produktif, artinya dengan usia produktif itu kerja lebih banyak dan kemudian bisa menghasilkan lebih banyak dalam bentuk finansial, ekonomi, sosial.
“Indonesia akan diuntungkan oleh bonus demografi pada saat itu ketika masyarakatnya siap. Apabila yang dihasilkan adalah masyarakat yang tidak mampu, tidak berkualitas, maka Indonesia akan menghadapi masalah yang luar biasa,” kata dokter lulusan magister Universitas Gajah Mada yang mempunyai motto mintalah dengan tulus bekerjalah dengan sungguh-sungguh ikhlaskan apapun hasilnya.
Lingkungan, termasuk nutrisi, berpengaruh setidaknya 80% terhadap kualitas kesehatan di masa depan. ” Sementara faktor genetik hanya berperan maksimal 20%,” ujar Andar.
Andar menyebutkan beberapa alasa mengapa pada 1.000 hari pertama kehidupan menentukan kualitas di masa depan. Pada masa itu seluruh organ penting dan sistem tubuh mulai terbentuk dengan pesat. “Kesehatan saluran cerna, perkembangan organ metabolisme, perkembangan kognitif, pertumbuhan fisik, dan kematangan sistem imun,” kata dokter spesialis anak yang pernah bertugas di puskesmas Oksibili, pegunungan Bintang, Papua tahun 2009 – 2012. Secara garis besar, dr. Andar menyampaikan bahwa stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya atau yang seusia.
Secara garis besar, dr. Andar menyampaikan bahwa stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya atau yang seusia. Penyebabnya adalah kurangnya asupan gizi diterima oleh janin atau bayi. Perawakan pendek karena kekurangan gizi kronik disebut stunting , sedangkan yang disebabkan faktor genetika atau familial disebut short statue atau perawakan pendek.
Penyebab lain dari stunting adalah adanya praktek pengasuhan yang kurang baik oleh orang tua kepada anaknya, kemudian masih terbatasnya layanan kesehatan, termasuk layanan ANC Ante Natal Care, Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Faktor lain termasuk kurangnya keluarga ke akses makanan bergizi dan air bersih serta sanitasi.
“Konsekuensi stunting saat dewasa berupa obesitas, diabetes melitus, penyakit jantung koroner, hipertensi dan osteoporosis,” jelas dr. Andar.
Alumni fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan itu menyebutkan bahwa stunting tidak dapat disembuhkan. “Pencegahannya dengan cara memberikan kecukupan nutrisi ibu hamil, kemudian menyusui ASI eksklusif selama 6 bulan, serta MP ASI usia 6 – 23 bulan. Fokus utama pencegahan stunting pada usia 2 tahun, ” pungkas dr. Andar.
Selanjutnya, Banun Rohimah, S.Gz, M.Gizi menjelaskan makanan seimbang untuk pencegahan stunting. “Rata-rata seluruh kebupaten/kota di Kalimantan Tengah dari Laporan Studi Status Gizi Balita Tahun 2019 (SSGBI 2019) berada diatas 30%,” ucap Banun. Menurutnya, dengan gizi seimbang dapat mencegah stunting. Susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Mempertahankan empat pilar gizi seimbang, yaitu mengkomsumsi pangan beranekaragam, melakukan aktifitas fisik, perilaku hidup bersih dan
Oleh: Prijo Sedjati (contributor) / Achmad Taufiq Akbar (editor)